Presiden Tunisia Kais Saied

THENEWDULSEL.COM TUNISIA- Presiden Tunisia Kais Saied dikabarkan melakukan manuver maut berupa reformasi besar-besaran dengan menghapuskan segala hal berbau Islam dari konstitusi negara.

Salah satunya adalah dengan tidak lagi menjadikan Islam sebagai agama negara, yang dikatakan sebagai upaya untuk mencegah ekstremisme politik.

Melansir middleeasteye.net, Presiden Saied telah menugaskan seorang pakar hukum bernama Sadeq Belaid untuk menulis ulang konstitusi negara di Afrika Utara itu.

Bekerja sejak bulan lalu, Belaid pada Senin (6/6) mengatakan bahwa dia akan menyajikan rancangan konstitusi baru Tunisia.

Artikel pertama dari konstitusi itu diadopsi tiga tahun setelah terjadi revolusi besar-besaran pada tahun 2011.

Dikatakan bahwa bahwa Tunisa itu adalah negara yang bebas, merdeka dan berdaulat, Islam adalah agamanya dan bahasa Arab adalah bahasanya.

Bicara kepada AFP, Belaid yang mengepalai sebuah komite untuk merancang konstitusi baru mengatakan 80 persen rakyat Tunisia menentang ekstremisme dan menentang penggunaan agama untuk tujuan politik.

"Itulah yang ingin kami lakukan, cukup dengan menghapus Pasal 1 dalam bentuknya yang sekarang," katanya dalam sebuah wawancara.

Draf tersebut akan dipresentasikan kepada Saied menjelang referendum 25 Juli yang direncanakan.

Ditanya apakah akan ada referensi tentang Islam dalam konstitusi baru, Belaid mengatakan tidak.

Konstitusi baru adalah jantung dari peta jalan Presiden Saied untuk membangun kembali sistem politik Tunisia.

Hal itu terjadi perebutan kekuasaan Juli tahun lalu di mana ia memecat pemerintah dan kemudian membubarkan parlemen.

Belaid, yang pernah mengajar Saied dan sekarang mengepalai Komisi Permusyawaratan Nasional Presiden untuk Republik Baru, mengatakan dia akan mempresentasikan rancangan baru itu pada 15 Juni.

Presiden kemudian menandatangani teks itu sebelum pemungutan suara populer.

Beleid mengatakan dia ingin menangani partai-partai yang terinspirasi Islam seperti Ennahda, yang memiliki jumlah kursi terbesar di parlemen sebelum dibubarkan.

"Jika Anda menggunakan agama untuk terlibat dalam ekstremisme politik, kami tidak akan mengizinkannya," kata pakar berusia 83 tahun itu.

Beberapa warga Tunisia menyambut baik tindakan Presiden Saied terhadap sistem yang mereka anggap korup dan tidak kompeten.

Akan tetapi yang lain telah memperingatkan bahwa dia berisiko menghapus pencapaian demokrasi negara itu selama dekade terakhir.(*)


Baca juga